Jumat, 22 Agustus 2008

PELUANG PENGHEMATAN PAJAK MELALUI PEMILIHAN BENTUK USAHA

Apa kabar para Investor??

Siapapun tidak akan rela bila hasil usahanya diambil paksa oleh orang lain tanpa orang itu terlibat dalam usaha tersebut, termasuk Anda. Nah bagaimana bila ternyata yang ikut mengambil bagian laba Anda adalah kekuatan yang mendapat legitimasi seperti Negara melalui pajaknya?? Tentu banyak alternative yang akan pergunakan untuk menghindari pungutan tersebut. Cara yang paling gampang adalah dengan tidak melaporkan penghasilan yang anda terima, tapi alih-alih akan membuat Anda aman dan nyaman dalam keseharian, hal ini justru akan membuat masalah baru yang akan membuat Anda sakit jantung. Cara yang paling elegan untuk menghindari pungutan ini adalah dengan mencari cara menghindari pajak tanpa menabrak koridor peraturan perpajakan yang berlaku.

Dalam peraturan perpajakan, banyak sekali celah-celah yang dapat kita manfaatkan untuk meminimalkan beban pajak tanpa kita harus berhadapan dengan aparat pajak dalam investigasi, yaitu dengan melalui tax management (pengaturan pajak). Tujuan perencanaan pajak yang baik akan adalah memberikan keuntungan yang sebanyak-banyaknya kepada investor agar retur yang didapat semakin tinggi. Perencanaan pajak dapat dimulai dari tingkat setting up bentuk usaha yang akan dipilih investor dalam menjalankan bisnisnya. Banyak pilihan bentuk hukum yang dapat diambil oleh investor, namun itu semua akan berakibat pada aspek perpajakan yang akan dia tanggung kelak. Diantara beberapa entitas hukum bisnis yang ada di Indonesia dan diakui oleh UU Perpajakan kita adalah:

1. Perseroan Terbatas (PT)

2. Persekutian (CV, Firma, Kongsi)

3. Perseorangan

Diluar itu terdapat banyak jenis bentuk hukum lain yang kita kenal dalam lingkup hukum kita, namun saya akan membatasi pembahasan dalam ketiga bentuk hukum entitas bisnis tersebut karena mengingat kebanyakan pelaku binis Indonesia menggunakan ketiganya dalam menjalankan binsis mereka.

PERSEROAN TERBATAS

Perseroan terbatas adalah suatu entitas bisnis yang banyak digunakan di Indonesia. Dalam Pasal 97 UU No. 40 tahun 2000 mengatur bahwa perbedaan terbesar antara PT dengan badan hukum lainnya adalah, dalam PT tanggung jawab perusahaan dibebankan kepada Direksi, bukan kepada shareholder. Hal ini berarti selama Pemegang Saham tidak merangkap sebagai pengurus perusahaan, maka dia tidak dapat dimintai pertanggunjawaban terhadap tindakan operasional perusahaan oleh pihak manapun.

Dalam perpajakan sesuai pasal 6 dan pasal 23 UU Nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan UU Nomor 17 Tahun 2000, pengenaan pajak PT dikenakan pada level net income dan pada saat pembagian dividen perusahaan kepada pemegang saham. Ilustrasi pengenaan pajak PT kita lihat sebagai berikut:

Income Tahun xxxx

Rp 1.500.000.000,-

COGS

Rp 300.000.000,-

Gross Income

Rp 1.200.000.000,-

Operating Expenses

Rp 200.000.000,-

Net Income

Rp 1.000.000.000,-

Tax 30% (untuk mempermudah kita pergunakan tarif tertinggi)

Rp 300.000.000,-

Pada saat penghasilan tersebut ditransfer ke pemegang saham sebagai dividen maka atas pembagian tersebut akan dikenakan pajak lagi sebesar 15% sebagai berikut:

Net Income

Rp 1.000.000.000,-

Tax 30%

Rp 300.000.000,-

Income After Tax

Rp 700.000.000,-

Pajak Atas Dividen 15%

Rp 105.000.000,-

Return yang diterima Shareholder

Rp 595.000.000,-

% Beban Pajak (total tax/Net Income)

(Rp 300.000.000,-+Rp 105.000.000,-) x 100% = 40,5%

Rp 1.000.000.000,-

PERSEKUTUAN (CV, FIRMA, KONGSI)

Persekutuan diatur dengan Wetboek Van Koophandel Voor Indonesie atau dikenal dengan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD). Perbedaan persekutuan dengan PT adalah terletak pada tanggung jawab peseronya (shareholder). Pasal 18 dan 19 buku 1 KUHD mengatur tanggung jawab renteng pemilik/pesero terhadap semua operasional ataupun tuntutan dari pihak lain apabila terjadi suatu perkara.

Pengaturan pajak kepada CV diatur dalam pasal 6 dan Pasal 4 ayat 3 huruf i Undang-undang PPh. Berbeda dengan PT, pengenaan pajak CV hanya dikenakan sekali pada level net income perseroan. Ketika didistribusikan kepada pemegang saham tidak dikenakan pajak dividen lagi. Kita lihat ilustrasi dibawah ini sesuai dengan data-data keuangan PT diatas.

Income Tahun xxxx

Rp 1.500.000.000,-

COGS

Rp 300.000.000,-

Gross Income

Rp 1.200.000.000,-

Operating Expenses

Rp 200.000.000,-

Net Income

Rp 1.000.000.000,-

Tax 30%

Rp 300.000.000,-

Pada saat penghasilan tersebut ditransfer ke pemegang saham sebagai dividen maka atas pembagian tersebut tidak akan dikenakan pajak lagi sebagai berikut:

Net Income

Rp 1.000.000.000,-

Tax 30% (untuk mempermudah kita pergunakan tarif tertinggi)

Rp 300.000.000,-

Income After Tax

Rp 700.000.000,-

Pajak Atas Dividen 0%

Rp 0,-

Return yang diterima Shareholder

Rp 700.000.000,-

% Beban Pajak (total tax/Net Income)

Rp 300.000.000,- = 30%

Rp 1.000.000.000,-

PERSEORANGAN

Mayoritas penduduk Indonesia, mempergunakan entitas ini daripada yang lain, mengingat kesederhanaan pendiriannya dan flexibilitas kewajiban yang harus dipenuhi.

Dalam perpajakan, pengaturan perseorangan diberikan banyak fasilitas, diantaranya adalah taxable income bukan dihitung dari net income, tapi dikurangi dulu Penghasilan tidak kena pajak (PTKP). Namun perlu diingat juga terdapat pembedaan tax rate dan lapisan penghasilan kena pajak (taxable income bracket) antara PPh Perseorangan dengan Pajak Penghasilan Badan.

a.

Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri adalah sebagai berikut :

Lapisan Penghasilan Kena Pajak

Tarif Pajak

sampai dengan Rp 25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah)

5 % (lima persen)

di atas Rp 25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) s.d. Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)

10% (sepuluh persen)

Di atas Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) s.d. Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah)

15 % (lima belas persen)

Di atas Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) s.d. Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah)

25 % (dua puluh lima persen)

Di atas Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah)

35% (tiga puluh lima persen)

b.

Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap adalah sebagai berikut :

Lapisan Penghasilan Kena Pajak

Tarif Pajak

sampai dengan Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)

10% (sepuluh persen)

Di atas Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) s.d. Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah)

15 % (lima belas persen)

Di atas Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah)

30 % (tiga puluh persen)

Secara sederhana kita membuat ilustrasi beban pajak yang harus ditanggung investor dengan mengenakan pajak pada rate level tertinggi 35% dan mengabaikan lapisan tarif.

Income Tahun xxxx

Rp 1.500.000.000,-

COGS

Rp 300.000.000,-

Gross Income

Rp 1.200.000.000,-

Operating Expenses

Rp 200.000.000,-

Net Income

Rp 1.000.000.000,-

PTKP (Kawin anak atau K/3)

Rp 18.000.000,-

Taxable Income

Rp 982.000.000,-

Tax 35% (untuk mempermudah kita pergunakan tarif tertinggi)

Rp 343.700.000,-

Pada saat penghasilan tersebut ditransfer ke pemegang saham sebagai dividen maka atas pembagian tersebut tidak akan dikenakan pajak lagi sebagai berikut:

Net Income

Rp 1.000.000.000,-

Tax 35% (untuk mempermudah kita pergunakan tarif tertinggi)

Rp 343.700.000,-

Income After Tax

Rp 656.300.000,-

Pajak Atas Dividen 0%

Rp 0,-

Return yang diterima Shareholder

Rp 700.000.000,-

% Beban Pajak (total tax/Net Income)

Rp 343.700.000,00= 34,37%

Rp 1.000.000.000,-

Dari ilustrasi diatas, beban pajak yang harus ditanggung oleh investor dari ketiga entitas binis tersebut kita bandingkan sebagai berikut:

DESKRIPSI

PT

Persekutuan

PERSEORANGAN

Net Income

Rp 1.000.000.000,-

Rp 1.000.000.000,-

Rp 1.000.000.000,-

Beban Pajak (Rp)

Rp 405.000.000,-

Rp 300.000.000,-

Rp 343.700.000,-

Beban Pajak (%)

40,5%

30%

34,37%

Beban pajak yang ditanggung oleh investor melalui persekutuan ternyata lebih kecil daripada bentuk usaha lainnya.

Pemilihan salah satu entitas bisnis diatas dapat dijadikan referensi dalam pengambilan keputusan oleh para investor untuk meminimalkan beban pajak. Sudah tentu pajak bukan hanya satu-satunya pertimbangan dalam keputusan bisnis. Masih banyak lagi yang harus diperhatikan diantaranya ketentuan tentang tanggung jawab pesero bila terjadi tuntutan pihak lain, kebutuhan perusahaan dalam pengembangan pasar, serta kewajiban-kewajiban dan hak lain yang timbul dari pemilihan bentuk usaha tersebut. Semuanya berpulang pada keputusan Anda sebagai investor.

Terima kasih, ingat.., pajak bukanlah hambatan bisnis.....!!!

Fajar Budiman untuk JTS Consulting

Fajar Budiman merupakan Tax Trainer pada JTS Consulting Group.

0 Comments:

blogger templates | Make Money Online