Rabu, 10 September 2008

Mendulang Hemat dengan Revaluasi

Apakah perusahaan Anda kerap memanfaatkan revaluasi aktiva tetap sebagai sarana untuk berhemat? Jika ya, perusahaan Anda kini perlu berbenah diri. Pasalnya di tahun ini, ketentuan perpajakan maupun Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan mengenai revaluasi sudah berganti.

Per 23 Mei 2008 lalu, telah berlaku ketentuan perpajakan yang terbaru mengenai revaluasi (penilaian kembali) aktiva tetap, yaitu Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 79/PMK.03/2008. Peraturan Menkeu ini menggantikan Keputusan Menteri Keuangan (KMK) No. 486/KMK.03/2002 yang telah menjadi aturan main selama lebih dari lima tahun terakhir. Dan sebelum berlaku efektifnya PMK No. 79/PMK.03/2008, Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) mengenai aktiva tetap -termasuk revaluasi- pun telah direvisi. Walhasil, terdapat sejumlah perubahan yang signifikan yang perlu diketahui Wajib Pajak (WP) sehubungan dengan revaluasi aktiva tetap.

Faktor Penghematan Dana

Kenaikan Biaya Penyusutan dan Pengenaan PPh Final

Sebagai upaya untuk mengetahui nilai harga pasar wajar terkini dari aktiva yang tercatat dalam laporan keuangan, revaluasi aktiva tetap secara umum akan menghasilkan kenaikan nilai dan biaya penyusutan aktiva. Adapun kenaikan biaya penyusutan akan menurunkan laba usaha yang berdampak pada pengurangan beban PPh Badan. Besarnya pengurangan pajak ini pun cukup material. Jika dikenai tarif tertinggi PPh Badan, WP dapat menikmati pengurangan beban PPh Badan hingga 30% dari kenaikan biaya penyusutan per tahun.

Di sisi lain, WP yang melakukan revaluasi berkewajiban untuk membayar PPh Final sebesar 10% dari keuntungan berupa selisih lebih revaluasi (Nilai aktiva setelah revaluasi Nilai Sisa Buku (NSB) sebelum revaluasi) dengan terlebih dahulu memperhitungkan Net Present Value. Hal ini sebagaimana diatur dalam PMK No. 79/PMK.03/2008. Karena dikenai PPh Final, maka keuntungan dari revaluasi tidak perlu digabungkan dengan penghasilan lainnya yang tidak dikenai PPh Final untuk selanjutnya dikenai tarif PPh Badan.

Dengan memperhitungkan pengurangan beban PPh Badan melalui kenaikan biaya penyusutan dan pengenaan PPh Final sebesar 10%, maka pada dasarnya WP dapat menikmati penghematan dana sebesar 20% (30%-10%). Jadi, revaluasi tidak hanya mempercantik laporan keuangan dengan menampakkan kenaikan nilai aktiva/harta, melainkan juga membuka peluang untuk berhemat.

Tanpa Kompensasi Kerugian

Berdasarkan ketentuan terdahulu dari KMK Nomor 486/KMK.03/2002, basis pengenaan pajak atas revaluasi adalah selisih lebih revaluasi (nilai setelah revaluasi NSB sebelum revaluasi) dikurangi dengan kerugian yang belum dikompensasikan.

Karena adanya kesempatan untuk memperhitungkan kerugian yang belum dikompensasikan dari selisih lebih revaluasi, maka di masa lalu, revaluasi aktiva tetap sering dimanfaatkan oleh WP -yang diestimasi tidak akan mengalami laba- untuk memperhitungkan kerugian yang akan daluwarsa.

Sekarang kondisinya berbeda. Kerugian yang belum dikompensasikan tidak diperhitungkan lagi sebagai pengurang selisih lebih revaluasi. Konsekuensinya, WP yang memiliki kerugian yang belum dikompensasikan dan diestimasi tidak akan mengalami laba, tidak dapat lagi menjadikan revaluasi aktiva tetap sebagai sarana yang efektif untuk memperhitungkan kerugian yang hampir daluwarsa. Dengan kata, revaluasi aktiva tetap tidak lagi sepenuhnya menguntungkan bagi WP golongan ini.

Tidak seperti WP yang diestimasi akan rugi, WP yang akan mengalami laba di masa mendatang justeru kini lebih diuntungkan. Dengan melakukan revaluasi dan mengkompensasikan kerugian dari selisih lebih evaluasi, secara sederhana WP hanya mengurangi beban pajak sebesar 10% dari kerugian yang dapat dikompensasikan. Sementara dengan mengkompensasikan kerugiannya dengan laba di masa mendatang, secara sederhana WP dapat mengurangi beban pajak hingga 30% dari nilai kerugian yang dapat dikompensasikan. Artinya untuk WP yang masih akan mengalami laba, revaluasi aktiva tetap semakin membuka peluang untuk berhemat tentunya dengan terlebih dahulu memperhitungkan Nilai Present Value

Tambahan PPh atas Pengalihan Aktiva

Aktiva yang telah direvaluasi diperlakukan sebagai aktiva yang memiliki masa manfaat yang baru sesuai dengan golongannya. Jika aktiva dialihkan sebelum berakhirnya masa manfaat baru, WP yang mengalihkan aktiva akan dikenai sanksi, kecuali pengalihan terjadi karena force majeur seperti penggabungan, peleburan/pemekaran usaha untuk tujuan perpajakan atau aktiva mengalami kerusakan berat yang tidak dapat diperbaiki lagi. Sesuai ketentuan yang lama, sanksi tersebut berupa tambahan PPh Final sebesar 20% dari selisih lebih revaluasi tanpa diperhitungkan terlebih dahulu dengan kerugian yang belum dikompensasikan.

Kini berdasarkan PMK No. 79/PMK.03/2008, sanksinya adalah sebesar tarif tertinggi PPh Badan dalam negeri yang berlaku pada saat revaluasi dikurangi 10%. Mengingat adanya rencana penerapan tarif single PPh Badan sebesar 30% dan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun dapat diturunkan menjadi 25% (lihat Rancangan Undang-undang Pajak Penghasilan) , maka dengan asumsi tidak ada perubahan rencana atas tarif PPh Badan, di masa mendatang WP hanya perlu menanggung sanksi sebesar 15% (25% - 10%).

Pengurangan Masa Angsuran Pembayaran Pajak

Ketentuan yang sudah dicabut mengatur bahwa jika kondisi keuangan tidak memungkinkan bagi WP untuk melunasi PPh yang terutang secara sekaligus, WP diberikan kemudahan untuk mengangsur pajak yang terutang paling lama 12 bulan. Dan bila jumlah pajak yang terutang lebih dari Rp 2 Trilyun, WP diberikan jangka waktu yang lebih lama untuk mengangsur, yaitu maksimal hingga 5 tahun.

Kini, baik WP yang memiliki jumlah pajak yang material atau tidak, hanya mempunyai satu pilihan masa angsuran, yaitu maksimal 12 bulan. Dengan demikian dalam kondisi tidak ada peraturan tentang perpanjangan masa angsuran hingga lebih dari 12 bulan, maka pada dasarnya WP kini lebih diuntungkan. Sebab semakin lama masa angsuran pembayaran pajak, semakin besar pula beban bunga atas kekurangan pembayaran pajak yang harus ditanggung WP.

Perbedaan Ketentuan Perpajakan dengan PSAK

Di dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 16 edisi revisi 2007 yang berlaku 01 Januari 2008 terdapat ketentuan sebagai berikut,jika suatu aset tetap direvaluasi, maka seluruh aset tetap dalam kelompok yang sama juga harus direvaluasi. Apa konsekuensi dari ketentuan ini? Artinya secara komersial, perusahaan tidak perlu merevaluasi seluruh aktiva yang dimilikinya, melainkan hanya perlu merevaluasi aktiva tetap yang berasal dari kelompok yang sama. Di sisi lain, ketentuan perpajakan yang terkini mengatur hal yang berbeda, yaitu revaluasi dilakukan terhadap seluruh aktiva tetap yang berwujud - termasuk atau tidak termasuk tanah yang berstatus hak milik/hak guna bangunan - yang terletak/berada di Indonesia, yang dimiliki dan dipergunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan Objek Pajak.

Perbedaan krusial lainnya adalah perbedaan masa dilakukannya revaluasi aktiva tetap. Sesuai PMK Nomor 79/PMK.03/2008, revaluasi aktiva tetap tidak dapat dilakukan kembali sebelum lewat 5 (lima) tahun sejak revaluasi aktiva tetap yang terakhir. Sementara PSAK 16 yang terbaru tidak mengatur secara spesifik mengenai waktu pelaksanaan revaluasi. PSAK hanya mengatur bahwa revaluasi harus dilakukan dengan keteraturan yang cukup reguler untuk memastikan bahwa jumlah tercatat tidak berbeda secara material dari jumlah yang ditentukan dengan menggunakan nilai wajar pada tanggal neraca. Kemudian diatur pula, Frekuensi revaluasi tergantung perubahan nilai wajar dari suatu aset tetap yang direvaluasi. Jika nilai wajar dari aset yang direvaluasi berbeda secara material dari jumlah tercatatnya, maka revaluasi lanjutan perlu dilakukan.Artinya secara komersial, perusahaan dapat saja melakukan revaluasi sebelum 5 (lima) tahun sejak revaluasi yang terakhir.

Perbedaan perlakuan antara PSAK dan ketentuan perpajakan di atas menimbulkan beda waktu yang harus dicatat secara detail dan berkelanjutan sesuai dengan cara/sistem yang lazim dipakai di Indonesia. Dan hal paling mendasar yang harus dilakukan adalah pastikan bahwa pelaksanaan revaluasi sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku. Sebab jika tidak, maka meski secara nyata telah terjadi revaluasi dan secara komersial telah dicatat dalam laporan keuangan, secara pajak keberadaan revaluasi tersebut tidak akan diakui! Konsekuensi terburuknya, penghematan dana dari revaluasi tidak dapat diperoleh.

Penutup

Apakah revaluasi masih menjadi pilihan menarik bagi WP? Jawabannya dapat beragam. Namun ketahui terlebih dahulu bahwa tidak semua WP dapat melakukan revaluasi. Revaluasi hanya dapat dilakukan oleh WP Badan Dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang tidak menyelenggarakan pembukuan dalam bahasa Inggris dan mata uang Dollar AS. Selain itu, WP yang akan melakukan revaluasi harus telah memenuhi semua kewajiban pajaknya sampai dengan masa pajak terakhir sebelum masa pajak dilakukannya revaluasi.

Anda merasa telah dapat memenuhi semua syarat di atas? Jika ya, silakan saja revaluasi seluruh aktiva tetap yang berwujud -termasuk tanah atau tidak termasuk tanah yang berstatus hak milik/hak guna bangunan-. Namun agar dapat menikmati penghematan dana yang maksimal, Anda sangat disarankan untuk terlebih dahulu melakukan analisis yang mendalam mengenai keuntungan atau kerugian dari keputusan melakukan revaluasi. Bandingkan cost dan benefit yang dapat diperoleh dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Bagaimanapun, masing-masing WP mempunyai potensi penghematan dana yang berbeda-beda. disarikan dari MUC Taxminimagz

0 Comments:

blogger templates | Make Money Online